PENDIDIKAN BUDAYA DAN HUMANIORA
1. Manusia
Sebagai Makhluk Berbudaya Pengemban Nilai-Nilai Moral
Dua kekayaan manusia yang paling utama adalah akal dan budi atau yang lazim
disebut sebagai pikiran dan perasaan. Di satu sisi akal dan budi atau pikiran
dan perasaan tersebut telah memungkinkan munculnya tuntutan-tuntutan hidup
manusia yang lebih dari pada tuntutan hidup makhluk lain. Dari sifat tuntutan itu ada yang berupa tuntutan
jasmani dan ada pula tuntutan rohani. Bila diteliti jenis maupun ragamnya
sangat banyak, namun yang pasti semua itu hanya untuk mencapai kebahagiaan. Di
sisi lain akal dan budi memungkinkan karya-karya manusia yang sampai kapan pun
tidak pernah akan dapat dihasilkan oleh makhluk lain. Cipta,karsa dan rasa pada
manusia sebagai buah akal budinya terus melaju tanpa hentinya usaha menciptakan
benda-benda baru untuk memenuhi hajat hidupnya baik yang bersifat jasmani
maupun rohani.Dari proses ini,maka lahirlah apa yang disebut kebudayaan. Jadi
kebudayaan hakikatnya tidak lain adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh
akal budi manusia.
Yang dimaksud manusia sebagai manusia sebagai makhluk berbudaya tidak lain
adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya. Untuk menciptakan
kebahagiaan. Kebahagiaan memang hak semua orang, untuk memperolehnya setiap
orang dapat menggunakan cara, gaya, akal dan melalui berbagai upaya sesuai
dengan kemampuan dan kesempatan yang dimilikinya. Bukan hanya dalam memperoleh
kebahagiaan, manusia yang mengaku dirinya sebagai makhluk berbudaya dalam
menikmati kebahagiaan yang telah dimiliki harus memenuhi ketentuan-ketentuan di
atas. Jelasnya untuk mendapatkan maupun menikmati kebahagiaan, manusia yang
selalu berusaha tidak mengurangi, apalagi meniadakan sama sekali kebahagiaan
pihak lain. Bahkan pihak lain kalau mungkin dapat ikut serta merasakan
kebahagiaan itu. Langkah pertama bagi yang berniat menjadi manusia susila atau
berbudaya, manusia yang sadar sebagai pengemban nilai-nilai moral ialah manusia
yang selalu berusaha memperhatikan dengan sungguh-sungguh penerangan akal dan
budi dan berusaha menaatinya. Harus melatih diri mengekang atau
mengendalikan hawa nafsu dan berusaha membatasi keinginan dalam segala segi.
Hal itu berarti bahwa seseorang belum dikatakan bermoral apabila dia melihat
perbuatan jahat tidak berusaha memberantasnya, hanya dengan alasan kejahatan
itu tidak merugikan dirinya. Sebagai pengemban nilai-nilai moral, setiap orang
harus merasa terpanggil untuk mengadakan reaksi. Kapan dan dimana saja melihat perbuatan yang
menginjak-injak nilai moral tersebut.
2. Budaya
Sebagai Sarana Kemajuan dan Ancaman bagi Manusia.
Pada abad ke-19, filsuf Hegel membahas budaya sebagai keterasingan manusia
dengan dirinya sendiri. Dalam berbudaya manusia tak menerima begitu saja apa
yang disediakan oleh alam, tetapi ia harus mengubahnya dan mengembangkannya
lebih lanjut. Dengan berbuat demikian, akan terjadi jurang antara manusia
dengan dirinya. Itullah yang dimaksud dengan keterlepasan atau ketersaingan
yang menyebabkan terjadinga ketegangan yang terus-menerus. Van Peursen berusaha
menjelaskan hal yang tampak serba bertentengan itu. Ia berkata ”Dengan
mengembangkan alam, manusia memasukkan alam ke dalam dirinya sendiri.Hal ini
hanyalah dimungkinkan apabila dia sadarbahwa dirinya diluar alam. Karena manusia
tidak secara otomatis menyatukan diri dengan alam(tetapi melalui berbagai
sarana), ia pun berbudaya.Dengan demikian, manisia mampu membuat ketegangan
dengan alam dan dari ketegangan itu meletup api budaya.
Budaya memasukkan dunia kedalam wilayah manusia, lalu menyebabkan dunia menjadi
manusiawi. akibatnya manusia mengolah tanah, membangun rumah dan kuil,
mempelajari gerakan dan edaran musim. Singkatnya dunia menjadi halaman gerak
manusia. Semua mendorong manusia untuk membuat jarak dengan alam berarti
mencaplok alam dalam diri manusia.
Dalam pengalaman sejarah umat manusia, di kenel juga gejala – ejala kelelahan
budaya. Manusia mendambakan kehidupan bangsa primitif yang penuh dengan
ritus,adat, dan hiasan. Manusia mulai jemu dengan budaya yang melelahkan dan
ingin nikmat secara alami. sekalipun bangsa primitif juga memiliki budaya hal
itu tak begitu rumit dan melelahkan manusia. Kadang-kadang oran mengira bahwa
semakin maju budayanya, semakin banyak dosa yang dibuat. Sebaliknya semakin
primitif budaya itu, semakin suci.
Rousseau mengajak manusia kembali pada alam. (1750). karena alam merupakan
suatu yang ideal yang harus semakin di dekati dan di capai oleh manusia.
sehubungan dengan itu, Hoenderdaal menyimpulkan bahwa budaya itu baaimanapun
merupakan bagiandari kehidupan manusia, baik sebagai hjal yan berhara sehinga
harus dikejarnya, maupunsebaai yang tak berharga sehingga harus dijauhi. budaya
harus kita dekati, tetapi jika kita geabah memandangnya, hal itu akan mengancam
kelestarian kita sendiri. Budaya di samping membawa kemuliaan, juga membawa
laknat.
Sehubunan dengan itu, filosof prancis Albert Schwiezer pernah mengatakan bahwa
mengmbangkan budaya tanpa etika pasti membawa kehancuran. oleh sebab itu, di
anjurkannya agar memperjuankan mati-matian unsur etika di dalam mendasari
budaya.
3. Pemahaman
hakekat seni, keindahan dan harmoni sosial
Hampir semua kesalahan kita mengenai konsepsi seni di timbulkan oleh kekurang
tepatan dalam pengunaan kata seni dan keindahan. Yang jelas bagi kita ialah
bahwa kedua kata itu selalu salah dalam pengunaannya. Kita selalu menganggap
bahwa semua yan indah itu adalah seni, atau sebaliknya, bahwa semua seni itu
indah dan yang tidak indah itu bukanlah seni. Identifikasi seni dan keindahan
seperti ini adalah dasar dari segala kesukaran kita di dalam memberikan
apresiasu kepada seni. Bahkan pada orang-orang nyata-nyata sensitif terhadap
segi-sei estetispun. anggapan itu secara tidak di sadaari merupakan sensor
dalam hal-hal tertentu pada suatu hasil seni kebetulan tidak indah. Seni
tidaklah harus indah. baik pandanan hitoris maupun sosiologis ternyata hasil
seni serin tidak indah.
seni tidak identik dengan
denan keindahan. Dalam menghadapi sebuah karya seni, tidak hanya kategori
keindahan yang bergetar dalam hati seorang penonton, melainkan kateori lainnya
juga. perasaan estetik hanya merupakan sebagian saja dari perasaan seni. Sebuah
contoh yang sangant sederhana dapat menerangkan bahwa keselarasan tidak selalu
merupakan satu-satunya pedoman untuk menimbulkan efek estetik,bahkan penyimpanan
menambah efek estetik. Misalnya, meja, persegi, daun meja ditutup dengan taplak
yang juga persegi, tetapi taplak itu tidak di pasang sedemikian rupa sehingga
tepi taplak tidak selaras dengan daun meja, tetapi justru menyilang. Karena
persilangan inilah, efeknya justru lebih menarik dan enak untuk di pandang.
selain itu perlu kita perhatikan bahwa maniusia menciptakan karya-karya seni
dan manusia pula yang menikmati. Manusia tidak melulu merupakan homo
estheticus, melainkan sebagai manusia sosial yang secara histiris berakar pada
suatu masyarakat dan zaman tertentu. itulah sebabnya dalam menciptakan
barang-barang seni seorang seniman juga terpengaruh oleh lingkungan dan
zamannya yang munkin oleh enerasi sebelumnya kurang diperhatikan.
Dunia modern memang penuh kejutan dan ketegangan yang dalam waktu singkat dapat
menggoncangkan hati kita akibat adanya sistem komunikasi modern. Generasi muda
ketika menciptakan karya seni dan mengekspresikan diri, tidak terdoron oleh ambaran
keindahan, melainkan oleh kejutan-kejutan yang mereka alami. Protes terhadap
pembunuhan massal, tindakan yang merajalela, kemunafikan kaum beragama yang
melarikan diri dalam benteng aagama dan tidak mau melihat martabat manusia
diinjak-injak semua itu lebih bermakna dan lebih mendesak bagi seniman modern
daripada mengunkapkan hasil kontemplasi yang dinikmati ditempat yang tenang dan
tentram. Jeroen Bosch, seorang peukis belanda yan hidup pada abad ke-15, abad
penuh pergolakan yang di dalam terjadi peperangan dan wabah pes dan merajalela
menampilkan ambar dari impian buruk dan penuh dengan makhluk yang aneh dan
menakutkan dalam lukisannya.
4. Sifat-sifat
keindahan
Untuk mengatakn suatu itu indah atau tidak, berikut ini akan di ungkapkan
sifat keindahan. Atas dasar sifat ini jua akan dikemukakan beberapa tangapan
mengenai keindahan.
- Keindahan itu kebenaran
Kebenaran artinya bukan tiruan. Oleh karena itu, tiruan lukisan monalisa
tidak indah karena dasarnya tidak benar.
- Keindahan itu abadi
Abadi artinya tidak pernah dilupakan, tidak pernah hilanh susut.John Keats
menyatakan bahwa sesuatu yang indah adalah abadi sedangkan yang tidak abadi
tidak indah.
- keindahan mempunyai daya tarik
Daya tarik artinya memikat perhatian orang, menyenangkan, tidak
membosankan. John Kaets juga menyatakan bahwa sesuatu yang indah itu selain
abadi, juga mempunyai daya tarik yang slalu bertambah.
- Keindahan itu universal
Universal artinya tidak terikat dengan selera perseorangan, waktu, dan
tempat.
- Keindahan itu Wajar
Wajar artinya tidak berlebihan dan tidak pula kurang atau menurut apa
adanya.
- Keindahan itu kenikmatan
Kenikmatan artinya kesenangan yang memberikan kepuasan.
- Keindahan itu kebiasaan
Kebiasaan artinya dilakukan berulang-ulang. Yang tidak biasa menjadi biasa
karena dilakukan berulang-ulang. Yang tidak biasa tidak indah namun karena
dilakukan berulang-ulang sehinga menjadibiasa dan indah.Keindahan dapat
dipengaruhi kebiasaan.Kebiasaan mempunyai akibat dalam daya tangkap atas
sesuatu. Sesuatu yang tidak nikmat menjadi nikmat karena terbiasa. Sesuatu yang
tidak berarti menjadi berarti karena terbiasa. Sesuatu yang tidak indah dapat
menjadi indah karena kebiasaan.Akan tetapi menurut Coleridge (1772-1834)
kebiasaan jangan pula sampai mengubah konsep keindahan.
5. . Pandangan Terhadap Kemakmuran
Adanya lapisan-lapisansosial atau
kedudukan-kedudukan yang berbeda-beda tingkaannya dalam masyaraka, maka di akui
pula adanya anggapan umum ukuran kemakmuran bagi iap-iap golongan atau lapisan
di dalam masyaraka adalah berbeda.
Sebenarnya pandangan yang dianut
orang-orang terhadap pengertian kemakmuran tidak selalu sama. Misalnya saja,
bagi orang-orang yang biasanya berfikir rasional dan eksaks, kemakmuran
seseorang aau masyarakat diukur dengan jumlah sera nilai barang-barang dan
bahan-bahan yang dimiliki atau yang dikuasai unuk memelihara dan menikmai
hidupnya. Makin banyak jumlahnya dan makin tinggi nilainya maka makin tinngi
arf kemakmuran hiupnya.Pandangan yang berbeda dengan pandangan di atas adalah
yang dianu masyarakat umum, terutama yang hidup di daeah pedesaan. Bagi mereka
pengertian kemakmuran tidaklah berbeda dari pada pengertian kebahagiaan.
Kbahagiaan adalah suatu keadaan dimana keinginan-keinginan seseorang atau
sesuatu masyarakat seibang dengan keadaan material atau sosial yang dimiliki
atau di kuasainya.
Bagi meeka yang tidak membedakan
anara kemakmuran dan kebahagiaan, maka seseorang merasa makmur apabila adanya
keserasian anara keinginan-keinginannya dan keadaan material atau sosial yang
dimiliki atau dikuasainya.
Unuk mengembalikan kembali perasaan
makmur pada seseorang dapa diaasi
melalui dua cara yaitu, pertama keadaaan materi atau sosial ditingkakan
sesuai dengan keinginan-keinginan. Kedua kinginan-keinginan diurunkan sesuai
dengan keadaan material dan keadaan sosial yang dimiliki.
Kalau kita bandingkan kedua
pandangan di atas, yang pertama bersifat eksak, kalau tidak dinamakan absolut.
Pandangan kedua lebih bersifat relatif sebab adanya fakor-faktor keinginan yang
pada pokoknya berdasarkan pada perasaan. Pandangan kedua pada akhirnya akan
berubah juga sebagai akibat perkembangan masyarakat dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam proses modernisasi yang menuntut untuk berfikir
secara eksak dan rasional.
Berdasarkan uraian di atas
dapatlah diarik suau kesimpulan, bahwa kemakmuran adalah suatu suasana umum
dimana setiap orang yang berkerja sungguh-sungguh dengan menggunakan
kemampuan yang ada padanya terjamin akan
rumah, sandang dan papannya yang layak buat dia sendiri dan keluarganya.
Disamping itu, tingkat kemakmuran keluarga atau masyarakat di entukan oleh
standard nilai dan norma-norma yang berlaku pada suatu masyarakat tertentu.
Demikian pula, bahwa tingkat kemakmuran banyak di[engaruhi pleh keadaan
faktor-faktor demografis, seperti fertilitas, mortalitas, perkawinan, migrasi,
dan mobilitas sosial.
Daftar
Pustaka
Widagdho, Djoko,dkk.1991.Ilmu
Budaya Dasar. Semarang:
Bumi Aksara
Tri Prasetya,Joko,dkk.1991. Ilmu Budaya
Dasar.Solo: Rineka Cipta
Ahmadi, Drs. H. Abu.2003.Ilmu
Sosial Dasar.Jakara.Asdi Mahasatya
No comments:
Post a Comment