
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pesantren merupakan
lembaga tradisional diluar sekolah yang menjadi tempat santri (murid) dalam
mencari ilmu agama. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia, yang keberadaannya masih eksis hingga kini memiliki fungsi-fungsi dalam dunia pendidikan Indonesia
khususnya Islam. Azyumardi Azra mengatakan tiga fungsi tradisional yang
dimiliki pesantren, yaitu: pertama, transmisi ilmu dan transfer ilmu Islam;
kedua, pemeliharaan tradisi Islam; dan ketiga, reproduksi ulama[1].
Setidaknya ketiga hal itu mutlak harus ada dalam institusi sebuah pesantren
yang merupakan tempat pembelajaran agama dan tradisi Islam.
Dalam pembelajaran di pondok pesantren kita
telah mengenal berbagai macam metode pembelajaran. Salah satunya yaitu metode
sorogan. Metode ini biasa dianggap sangat statis dalam
menerjemahkan kitab kuning yang biasa dipelajari di pesantren salaf ke dalam bahasa Jawa.
Sorogan sendiri
berasal dari kata sorog (bahasa Jawa) yang
berarti menyodorkan. Disebut demikian karena setiap santri menyodorkan kitabnya
di hadapan kyai atau pembantunya (badal,asisten
kyai)[2]. Bisa diartikan
metode sorogan ini lebih menitikberatkan pada pengembangan perseorangan (individu), dibawah bimbingan
seorang kyai atau ustadz karena
santri menghadap kyai atau badal satu
per satu.
Metode sorogan memiliki banyak kelebihan. Metode sorogan lebih efektif dari metode-metode yang lain dalam dunia
pesantren. Dengan cara santri menghadap kyai atau guru secara individual untuk
menerima pelajaran secara langsung. Kemampuan santri dapat terkontrol oleh kyai
atau guru[3]. Dengan metode ini
memungkinkan bagi seorang guru (ustadz atau kyai) untuk mengawasi, menilai dan
membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid/santri dalam menguasai
pelajaran.
Walaupun
metode sorogan memiliki banyak kelebihan namun belum banyak sekolah yang
menerapkan metode tradisional asli Indonesia ini apalagi dalam pembelajaran
matematika. Oleh sebab itu, peneliti ingin mencoba menggunakan metode sorogan
dalam pembelajaran matematika di sekolah formal.
Sebelum
menerapkan metode sorogan dalam pembelajaran matematika di sekolah, perlu
adanya solusi untuk mengatasi kelemahan dari metode ini sendiri. Kelemahan
metode sorogan adalah tentang waktu, metode sorogan memerlukan waktu yang lebih
banyak dari metode-metode yang lainnya. Untuk mengatasi masalah tersebut
peneliti memadukan metode sorogan dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw. Dalam model kooperatif tipe Jigsaw ada kelompok asal dan kelompok ahli.
Kelompok ahli inilah yang nantinya akan berperan sebagai badal atau asisten
kyai. Sebagai kontrol dalam pembelajaran kooperatif agar kelas tetap kondusif
dan pembelajaran berjalan sesuai rencana maka peneliti juga menggunakan metode team teaching dengan 2 guru.
Berdasarkan paparan di atas maka peneliti
memberi judul penelitian ini yaitu “Pengembangan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching pada materi bilangan di
kelas VII B MTs Nurul Jadid Sidayu Gresik”.
[1] Ilham Sidik, ORIENTASI
KURIKULUM PESANTREN(Studi Kasus Kurikulum Pesantren Hidayatullah Malang), skripsi. ( Jurusan Tarbiyah Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Malang, 2007), h. abstrak
[2] Mujamil
Qomar,Pesantren Dari
Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi(Jakarta: Erlangga), h.20
No comments:
Post a Comment