Thursday, 20 February 2014

Pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching pada materi bilangan di kelas VII B MTs Nurul Jadid Sidayu Gresik BAB 1, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan batasan masalah



B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti memiliki beberapa pertanyaan penelitian yang ingin peneliti ajukan, yaitu :
1.      Bagaimana kevalidan hasil pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching di kelas VII B MTs Nurul Jadid Gresik sub pokok bahasan bilangan?
2.      Bagaimana kepraktisan hasil pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching di kelas VII B MTs Nurul Jadid Gresik sub pokok bahasan bilangan?
3.      Bagaimana keefektifan proses pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching di kelas VII B MTs Nurul Jadid Gresik sub pokok bahasan bilangan?
C.     Tujuan Penelitian
Adapun tujuan di adakannya penelitian adalah :
1.      Untuk mengetahui kevalidan hasil pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching di kelas VII B MTs Nurul Jadid Gresik sub pokok bahasan bilangan.
2.      Untuk mengetahui kepraktisan hasil pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching di kelas VII B MTs Nurul Jadid Gresik sub pokok bahasan bilangan.
3.      Untuk mengetahui keefektifan proses pembelajaran menggunakan model kooperatif  tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching di kelas VII B MTs Nurul Jadid Gresik sub pokok bahasan bilangan.
D.    Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain dalam melaksanakan penelitian yang sejenis dengan penelitian ini.
2.      Peneliti dapat memberi informasi kepada guru matematika tentang metode sorogan yang biasanya digunakan dalam pembelajaran kitab di pesantren, ternyata  bisa diterapakan dalam pembelajaran matematika di sekolah khususnya materi bilangan dengan memadukannya dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan metode team teaching.
3.      Perangkat yang telah dikembangkan dan di uji cobakan bisa di pertimbangkan untuk digunakan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah.
E.    Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka didefinisikan beberapa istilah sebagai berikut:
1.    Model pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru didalam kelas yang menyangkut pendekatan, strategi, metode, dan tekhnik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.
2.    Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengkondisikan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen untuk menuntaskan materi pelajaran bersama-sama.
3.    Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen (kelompok asal) untuk bekerja sama dan saling bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi yang harus dipelajari (oleh kolompok ahli) serta menyampaikan materi tersebut kepada anggotanya (kelompok asal).
4.    Metode sorogan merupakan metode pengajaran kitab kuning di pesantren salaf dimana penyampaiannya dengan cara kyai atau ustazd mengajar santri seorang demi seorang secara bergantian, dan santri membawa kitab sendiri-sendiri. Pengajaran diawali dengan kyai membacakan kitab yang diajarkan kemudian menterjemahkan kata demi kata serta menerangkan maksudnya, setelah itu santri disuruh membaca dan mengulangi seperti apa yang telah dilakukan kyai, sehingga setiap santri menguasainya. 
5.    Metode team teaching ialah salah satu metode mengajar sebuah mata pelajaran yang dilakukan oleh lebih dari seorang guru. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan semi team teaching bentuk ketiga yaitu satu mata pelajaran disajikan oleh sejumlah guru dengan mendesain siswa secara berkelompok.
6.    Valid memiliki arti yaitu menurut cara yang semestinya, berlaku, atau sahih. Perangkat dikatakan valid jika perangkat yang dibuat sesuai dengan kriteria valid menurut validator.
7.    Karakteristik produk pendidikan yang memiliki kualitas kepraktisan yang tinggi apabila ahli dan guru mempertimbangkan produk itu dapat digunakan dan realitanya menunjukkan bahwa mudah bagi guru dan siswa untuk menggunakan produk tersebut.
8.    Efektivitas perangkat pembelajaran adalah seberapa besar pembelajaran dengan menggunakan perangkat yang dikembangkan mencapai indikator-indikator efektivitas pembelajaran.
9.    Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah sifat-sifat penjumlahan bilangan bulat, sifat-sifat perkalian bilangan bulat dan mengubah bentuk pecahan. Ketiga materi tersebut masuk pada pokok bahasan bilangan dengan standart kompetensinya adalah memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan dan penggunaannya dalam pemecahan masalah, dan kompetensi dasar yang harus dicapai adalah melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan.

F.     Batasan Penelitian
Agar masalah yang dikaji dalam penelitian ini menjadi terarah dan tidak melebar maka peneliti memberikan pembatasan masalah sebagai berikut:
1.    Materi dalam penelitian ini hanya dibatasi pada materi bilangan dengan mengambil sub pokok bahasan sifat-sifat penjumlahan bilangan bulat, sifat-sifat perkalian bilangan bulat, dan mengubah bentuk pecahan.
2.    Model pengembangan yang digunakan pada penelitian ini adalah model pengembangan menurut Thiagarajan yang terdiri dari 4 tahap (four D model) yaitu tahap define (pendefinisian), tahap design (perancangan), tahap develop (pengembangan) serta disseminate (penyebaran). Namun pada penelitian ini hanya dibatasi sampai pada tahap development (pengembangan).
3.    Perangkat pembelajaran yang dikembangkan hanya sebatas pada RPP, LKS dan buku siswa.
Uji coba hanya terbatas di kelas VII B MTs Nurul Jadid Sidayu Gresik


bersambung

Monday, 17 February 2014

Pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching pada materi bilangan di kelas VII B MTs Nurul Jadid Sidayu Gresik bab 1 latar belakang



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pesantren merupakan lembaga tradisional diluar sekolah yang menjadi tempat santri (murid) dalam mencari ilmu agama. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, yang keberadaannya masih eksis hingga kini memiliki  fungsi-fungsi dalam dunia pendidikan Indonesia khususnya Islam. Azyumardi Azra mengatakan tiga fungsi tradisional yang dimiliki pesantren, yaitu: pertama, transmisi ilmu dan transfer ilmu Islam; kedua, pemeliharaan tradisi Islam; dan ketiga, reproduksi ulama[1]. Setidaknya ketiga hal itu mutlak harus ada dalam institusi sebuah pesantren yang merupakan tempat pembelajaran agama dan tradisi Islam.
Dalam pembelajaran di pondok pesantren kita telah mengenal berbagai macam metode pembelajaran. Salah satunya yaitu metode sorogan. Metode  ini biasa dianggap sangat statis dalam menerjemahkan kitab kuning yang biasa dipelajari di pesantren salaf ke dalam bahasa Jawa.
Sorogan sendiri berasal dari kata sorog (bahasa Jawa) yang berarti menyodorkan. Disebut demikian karena setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kyai atau pembantunya (badal,asisten kyai)[2]. Bisa diartikan metode sorogan  ini lebih menitikberatkan pada pengembangan  perseorangan (individu), dibawah bimbingan seorang  kyai atau ustadz karena santri menghadap kyai atau badal satu per satu.
Metode sorogan memiliki banyak kelebihan. Metode sorogan lebih efektif dari metode-metode yang lain dalam dunia pesantren. Dengan cara santri menghadap kyai atau guru secara individual untuk menerima pelajaran secara langsung. Kemampuan santri dapat terkontrol oleh kyai atau guru[3]. Dengan metode ini memungkinkan bagi seorang guru (ustadz atau kyai) untuk mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid/santri dalam menguasai pelajaran.
Walaupun metode sorogan memiliki banyak kelebihan namun belum banyak sekolah yang menerapkan metode tradisional asli Indonesia ini apalagi dalam pembelajaran matematika. Oleh sebab itu, peneliti ingin mencoba menggunakan metode sorogan dalam pembelajaran matematika di sekolah formal.
Sebelum menerapkan metode sorogan dalam pembelajaran matematika di sekolah, perlu adanya solusi untuk mengatasi kelemahan dari metode ini sendiri. Kelemahan metode sorogan adalah tentang waktu, metode sorogan memerlukan waktu yang lebih banyak dari metode-metode yang lainnya. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti memadukan metode sorogan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dalam model kooperatif tipe Jigsaw ada kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok ahli inilah yang nantinya akan berperan sebagai badal atau asisten kyai. Sebagai kontrol dalam pembelajaran kooperatif agar kelas tetap kondusif dan pembelajaran berjalan sesuai rencana maka peneliti juga menggunakan metode team teaching dengan 2 guru.
Berdasarkan paparan di atas maka peneliti memberi judul penelitian ini yaitu “Pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching pada materi bilangan di kelas VII B MTs Nurul Jadid Sidayu Gresik”.


[1] Ilham Sidik, ORIENTASI KURIKULUM PESANTREN(Studi Kasus Kurikulum Pesantren Hidayatullah Malang), skripsi. ( Jurusan Tarbiyah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, 2007), h. abstrak
[2] Mujamil Qomar,Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi(Jakarta: Erlangga), h.20
[3] Ibid., h.143




bersambung