Kerajaan Ngurawan Bedander serta Kerajaan Rajekwesi adalah Kerajaan
dibawah pimpinan dari Prabu Joyonegoro dan Prabu Sura Dilogo. Sedangkan
yang menjabat Patih di Rajekwesi adalah Ki Kebo Gadung, dan yang
menjabat Patih merangkap Adipati di Ngurawan Bedander (Ngerawan
Bedander) adalah Adipati Mataram. Ki Buyut Merto Yuda yang lahir di
Mataram. Beliau adalah putra dari Ki Singo Tunggul Yuda. Beliau adalah
seorang Senopati Mataram yang mempunyai istri bernama Dewi Condro Arum.
Mereka berdua menikah dan dikarunia 3 orang putra yang semuanya adalah
laki-laki yang bernama Ki Singo Yuda, Ki Singo Nayo, dan Ki Merto Yuda.
Ki Singo Yuda menjadi Senopati di Kerajaan Ngurawan Bedander (Ngrawan
Dander). Ki Singo Nayo menjadi Senopati di Kerajaan Rajekwesi. Dan Ki
Buyut Merto Yuda menjadi sebagai Prajurit Mataram, beliau terkenal
sebagai Prajurit yang sakti mandraguna. Ki Buyut Merto Yuda terkenal
gagah, paling anti kepada penjajah, dan paling berani untuk melawan para
Prajurit Kompeni yang akan menjajah dan menghancurkan Kerajaan Mataram.
Ki Buyut Merto Yuda adalah seorang penganut agama Islam yang taat
dalam mengerjakan shalat 5 waktu, bahkan tiap malam beliau sering
semedi/ istikharah dan meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Negara/
Kerajaan Mataram aman, damai dan makmur. Ki Buyut Merto Yuda, diangkat
menjadi Senopati Perang oleh Sultan Prabu Buwono ke-II / Sultan Sepuh
atau Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo karena keberanian dan
ketangkasannya, setiap ada musuh yang akan menjajah Kerajaan Mataram
dapat dihancurkan dan dipaksa mundur. Pada tahun 1790 sampai dengan
tahun 1819, terjadilah peperangan antara Madiun, Jepara, Malang, dan
Gresik yang bergabung untuk bermaksud untuk menjajah Kerajaan Mataram.
Para Prajurit Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Senopati Ki Buyut
Merto Yuda yang terkenal dengan ketangguhan dan keberanian yang sangat
tinggi, maka Ki Buyut Merto Yuda bersama para Prajuritnya berhasil
menaklukan dan memporak-porandakan semua musuh, yang ada di Madiun,
Jepara, Malang, dan Gresik.
Pada tahun 1825 sampai 1839 datanglah serangan dari Prajurit Kompeni
Belanda yang didukung oleh Prajurit Pajang untuk menghancurkan Kerajaan
Mataram. Mengingat bahwa musuh yang ingin menjajah / menghancurkan
Kerajaan Mataram lebih banyak dan lebih kuat, maka Prabu Sultan Sepuh /
Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, mengadakan pertemuan dengan para
Adipati dan para Senopati. Permasalah dari pertemuan itu yaitu bagaimana
cara mengalahkan / menghadapi musuh yaitu Kompeni Belanda dan Prajurit
Pajang, maka dari itu Senopati Ki Buyut Merto Yuda memberi jawaban yang
tegas kepada Prabu Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, bahwa
Ki Buyut Merto Yuda mengusulkan bahwa Kerajaan Mataram dapat menang
dalam pertempuran / peperangan apabila, Kerajaan Mataram mendapat bala
bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi pimpinan dari Prabu Joyonegoro
dan Prabu Suro Dilogo. Dan secara kebetualan yang menjadi Senopati
Kerajaan Rajekwesi adalah saudaranya sendiri yaitu Ki Buyut Merto Yuda,
yaitu Senopati Singo Yuda dan Senopati Singo Nayo. dan sedangkan yang
menjadi Patih di Kerajaan Rajekwesi adalah Ki Kebo Gadung yang masih
pamannya sendiri.
Pada akhirnya Kerajaan Mataram meminta bala bantuan tentara kepada
Kerajaan Rajekwesi yang ternyata Senopati dan Patih dari Kerajaan
Rajekwesi itu adalah keluarga dari Ki Buyut Merto Yuda, sehingga dalam
meminta bantuan lebih cepat dan Kerajaan Mataram pun optimis menang
dalam pertempuran melawan para penjajah yang ingin menghancurkan
Kerajaan Mataram yaitu Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang. Sultan Sepuh
/ Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo pada akhirnya meyerahkan tanggung
jawab, keamanan, dan ketentraman Kerajaan Mataram sepenuhnya kepada Ki
Buyut Merto Yuda. Beliau dipercaya oleh Sultan Sepuh / Sultan Agung
Ariyo Cokro Kusumo untuk menjaga dan melindungi Kerajaan Mataram dari
serangan penjajah yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram. Sebelum Ki
Buyut Merto Yuda berangkat ke Kerajaan Rajekwesi, Prabu Sultan Sepuh /
Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo melantiknya sebagai Adipati Mataram dan
merangkap menjadi Senopati Perang dikarenakan jasa-jasanya yang cukup
besar dalam membela Kerajaan Mataram. Yang perlu diingat bahwa Ki Buyut
Merto Yuda memiliki : Iman yang kuat, ilmu agama yang mendalam, maka
beliau tidak pernah meninggalkan kewajiban Sholat 5 waktu. Sering Sholat
Istikharoh / semedi tiap tengah malam. Sering berpuasa Senin dan Kamis.
Beliau setiap berangkat perang sering sendirian dengan naik kuda putih
dan dipunggungnya terselip sebuah pusaka / keris yang namanya Keris Kyai
Singo Barong.
Ki Buyut Merto Yuda terkenal dan sering disebut-sebut sebagai
Senopati Harimau. Ki Buyut Merto Yuda setelah diangkat menjadi Adipati
dan merangkap sebagai Senopati Perang, maka setelah mohon ijin dan pamit
kepada Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, Ki Buyut Merto
Yuda bersama dengan para prajuritnya berangkat ke Kerajaan Rajekwesi
untuk sowan (berkunjung) pada Prabu Joyonegoro, serta Prabu Suro Dilogo.
Kebetulan pada saat Ki Buyut Merto Yuda sowan pada Prabu Joyonegoro,
serta Prabu Suro Dilogo disana tepat sedang diadakan pertemuan Agung
yang dihadiri oleh para Adipati dan Senopati. Setelah Ki Buyut Merto
Yuda sampai disana beliau ditanya oleh Prabu Joyonegoro, apa maksud dan
tujuan datang ke Kerajaan Rajekwesi, maka Ki Buyut Merto Yuda tidak
bicara panjang lebar dan tak perlu berbasa-basi lagi tetapi beliau
menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke Kerajaan Rajekwesi langsung
ke pokok permasalahannya. Beliau meminta bala bantuan tentara dari
Kerajaan Rajekwesi untuk melawan Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit
Pajang yang akan menyerang dan ingin menghancurkan Kerajaan Mataram.
Setelah Prabu Joyonegoro dan Prabu Surodilogo menerima laporan dari
Ki Buyut Merto Yuda, maka permintaan bala bantuan tentara dari Rajekwesi
ini dikabulkan oleh Prabu Joyonegoro dan Prabu Surodilogo apalagi Patih
Kebo Gadung dan Senopati Kerajaan Rajekwesi Ki Singo Yudo dan Ki Singo
Nayo termasuk saudara dari Ki Buyut Merto Yuda. Maka Patih Kebo Gadung
dan serta para Senopati diperintahkan untuk membantu sepenuhnya agar
Prajurit Kompeni Belanda serta Prajurit Pajang dapat dikalahkan /
ditumpas dan dapat dipaksa mundur. Kerajaan Mataram mengerahkan seluruh
pasukannya dengan dibantu oleh Prajurit dari Kerajaan Rajekwesi untuk
mempertahankan Kerajaan Mataram. Selanjutnya mereka para Prajurit
Mataram dan Prajurit Rajekwesi berangkat ke medan perang untuk melawan
Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang. Dengan optimis para
Prajurit Mataram akan dapat mengalahkan semua musuhnya yang ingin
menghancurkan Kerajaan Mataram dengan mudah karena mendapat bala bantuan
tentara dari para Prajurit Rajekwesi.
Ternyata Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang telah
mengetahui tentang barisan Prajurit Matarm yang mendapatkan bala bantuan
Prajurit Rajekwesi yang jumlahnya lebih banyak dari Prajurit Kompeni
Belanda dan Prajurit Pajang, maka prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit
Pajang merasa takut akan hal itu (bahasa daerahnya wedi yang sekarang
menjadi Desa Wedi Kecamatan Kapas). Prajurit Kompeni Belanda dan
Prajurit Pajang akan mengatur para Prajuritnya untuk mundur mencarai
jalan sangat sulit (yang dalam bahasa daerahnya bangil kangelan). Kata
bangil kangelan yang sekarang menjadi Desa Bangilan Kecamatan Kapas.
Para Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang sangat kesulitan
(kangelan) untuk mundur dikarenakan kekeuatan Prajurit Mataram dan
Prajurit Rajekwesi yang sangat kuat dan juga mendapatkan bala bantuan
prajurit dari Adipati Ngurawan Bedander (yang sekarang menjadi Desa
Ngrawan / Ngraseh dan nama Bedander menjadi Desa Dander). Dua Desa ini
sekarang berada di Kecamatan Dander.
Adipati Metaun yang berkuasa di Ngurawan Bedander, memerintahkan para
Prajuritnya untuk menyambung / membantu Prajurit Mataram dan Prajurit
Rajekwesi. Setelah Prajurit Nrawan Bedander menyambung Prajurit Mataram
dan Prajurit Rajekwesi, maka wajar apabila Prajurit Kompeni Belanda dan
Prajurit Pajang kesulitan / kangelan untuk mencari siasat mundur dalam,
peperangan. Adapun kata menyambung sekarang menjadi Desa Sembung
Kecamatan Kapas. Yang akhirnya itu menjadi satu-satunya jalan Prajurit
Kompeni dan Prajurit Pajang untuk lari dan ditarik mundur ke selatan
untuk mencari tempat yang kosong dan luas atau di oro-oro, untuk
digunakan perang tanding di oro-oro tempat yang dipilih Prajurit Kompeni
dan Prajurit Pajang untuk melawan Prajurit Mataram dan Prajurit
Rajekwesi. Pada perang tanding, di tempat Prajurit Kompeni dan Prajurit
Pajang dapat dihancurkan dan lari tunggang langgang. Prajurit Kompeni
dan Prajurit Pajang, mundur dan lari ke barat untuk istirahat. Oro-oro
(adalah lapangan luas) yang biasanya digunakan untuk perang tanding yang
sekarang disebut dengan Desa Ding Ngoro atau Desa Tanjung Harjo
Kecamatan Kapas.
Setelah Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang melepaskan lelah, maka
pagi harinya tapel perang lagi untuk melawan Prajurit Mataram dan
Prajurit Rajekwesi. Tetapi perlawanan dari Prajurit Kompeni dan Prajurit
Pajang hanya sia-sia belaka karena Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang
telah banyak yang gugur dalam medan perang, akhirnya Prajurit Kompeni
dan Prajurit Pajang banyak yang menyerah kepada Prajurit Mataram dan
Prajurit Rajekwesi, sedangkan Prajurit Kompeni dapat diporak-porandakan
dan dapat terpukul mundur atau dapat dikalahkan.
Tempat untuk tapel perang ini sekarang menjadi Desa Tapelan Kecamatan
Kapas. Setelah Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi dan juga
Prajurit Ngurawan Bedander berhasil memporak-porandakan dan memukul
mundur bahkan dapat dikalahkan, maka Ki Patih Kebo Gadung, Adipati
Metaun dan 3 Senopati yakni Ki Buyut Merto Yuda, serta para Prajurit
diajak istirahat untuk menjalankan Shalat / ibadah, setelah ibadah maka
Eyang Buyut Merto Yuda memberi pesan kepada para Prajuritnya agar semua
Prajurit mempunyai keimanan dan pedoman. Dan ada 4 pesan yang jangan
sampai lepas (dalam bahasa jawa ucul), yaitu :
- Semua Prajurit harus taat dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa .
- Semua Prajurit harus taat kepada Rasul-Nya.
- Semua Prajurit harus taat kepada Kerajaan / Negara.
- Semua Prajurit harus taat sumpah Prajurit
Selanjutnya Patih Kebo Gadung mengajak para Senopati dan semua
Prajurit untuk kembali untuk menghadap / melaporkan kejadian kepada
Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo. Namun sebelum meninggalkan
tempat yang digunakan istirahat untuk menjalankan ibadah / shalat, maka
Patih Kebo Gadung mempertegas pesan dari para Senopati, yang mana setiap
Prajurit memiliki 4 pedoman yang jangan lepas atau ucul. Kata-kata
empat dan kata-kata ucul yang sekarng menjadi nama Desa Pacul Kecamatan
Bojonegoro. Sedangkan Ki Buyut Singoyudo serta Adipati Metaun kembali ke
Kerajaan Ngurawan Bedander, berubah menjadi Kabupaten Ngrawan Mojoranu,
Kabupaten Dander.
Setelah usia lanjut, karena telah meninggal dunia maka Bupati Metaun
dimakamkan di Desa Ngeraseh / Ngrowan Kecamatan Dander. Sedangkan
Senopati Singoyudo setelah usia lanjut dan meninggal dunia, beliau
dimakamkan di Desa Sumberarum. Sesampainya di Kerajaan Rajekwesi, maka
Ki Kebo Gadung dan Ki Singonoyo, serta Ki Merto Yuda, melaporkan kepada
Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo, bahwa dalam peperangan Prajurit
Mataram yang memperoleh sumbangan dari Prajurit Rajekwesi dan Prajurit
Ngurawan, maka dalam peperangan melawan Pajurit Kompeni dan Prajurit
Pajang yang akhirnya menang.
Karena Ki Buyut Merto Yuda merasa bersyukur atas kemenangan yang
telah diperoleh dalam perang kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
mengucapkan terima kasih kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo
dan semua Prajurit, maka Ki Buyut Merto Yuda mengadakan pesta / syukuran
dengan mendatangkan hiburan wayang kulit dan memotong kerbau muda godel
sebagai lambang bahwa Prajurit Matarm, Prajurit Rajekwesi pada saat
menghadapi musuh seperti Banteng Ketatun.
Setelah selesai pesta, Prabu Joyonegoro berpesan kepada rakyat /
prajurit Rajekwesi, apabila besok ada perubahan zaman nama Rajekwesi
agar diganti dengan nama Bojonegoro. Kata-kata ini diambil dari nama Bo
yang dimaksud adlah Kebo Gadung, sedangkan Jonegoro yang dimaksud
mengambil nama dari Prabu Joyonegoro, jadi nama Bojonegoro adalah
berasal dari perpaduan antara nama Kebo Gadung dan Prabu Joyonegoro.
Setelah Ki Buyut Kebo Gadung meninggal yang dikarenakan usia lanjut,
maka Ki Buyut Kebo Gadung dimakamkan di Desa Kauman Kecamatan
Bojonegoro, yang tepatnya sebelah selatan Masjid Agung Bojonegoro.
Sedangkan Prabu Joyonegoro setelah meninggal yang dikarenakan usia
lanjut beliau dimakamkan di tengah-tengah sawah di Desa Mojoranu
Kecamatan Dander. Untuk Ki Buyut Singonoyo setelah meninggal yang
dikarenakan usia lanjut beliau dimakamkan di makam keramat Kembang Desa
Sukorejo Kecamatan Bojonegoro.
Pada hari Rebo Kliwon bulan Juli tahun 1839 Ki Buyut Merto Yuda
memberi tahu kepada para Prajurit dan rakyat Rajekwesi / Bojonegoro,
bahwa dalam peperangan kita dapat menang dikarenakan berkat sumbangan
bala bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi dan dari Prajurit Ngurawan
Bedander, maka dari itu setelah mengadakan pesta untuk merayakan
kemenangan tersebut maka tempat pesta / syukuran ini di beri nama oleh
Ki Buyut Merto Yuda dengan nama Sumbang. Dengan nama inilah kita anak
putu dapat mengikuti / nipak tilas untuk memperingati cikal bakal nama
Sumbang dengan mendatangkan hiburan wayang kulit dan memotong Kerbau
muda / godel pada hari Rabu Kliwon, setiap tahun sekali.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sumberarum,_Dander,_Bojonegoro
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sumberarum,_Dander,_Bojonegoro