Tuesday 24 June 2014

Pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching pada materi bilangan di kelas VII B MTs Nurul Jadid Sidayu Gresik bab 2 F. Teori-Teori yang Melandasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Metode Sorogan dan Team Teaching



F.   Teori-Teori yang Melandasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Metode Sorogan dan Team Teaching
Teori-teori yang melandasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching adalah :
1.      Teori Piaget dan Vygotsky
Teori perkembangan Piaget dan Vygotsky mewakili konstruktivisme, yang memandang adanya hakikat sosial dari sebuah proses belajar dan juga tentang penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggotanya yang beragam, sehingga terjadi perubahan konseptual. Teori ini menekankan pentingnya interaksi dengan teman sebaya, melalui pembentukan kelompok belajar[1]. Dengan kelompok belajar memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif dan kesempatan untuk mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan siswa kepada teman akan membantunya untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas bahkan melihat ketidaksesuaian pandangan mereka sendiri. 
2.      Teori Garnerd
Pokok-pokok pikiran yang dikemukakan Garnerd adalah :
a.       Manusia mempunyai kemampuan meningkatkan dan memperkuat kecerdasannya.
b.      Kecerdasan selain dapat berubah dapat pula diajarkan kepada orang lain.
c.       Kecerdasan merupakan realitas majemuk yang muncul di bagian-bagian yang berbeda pada sistem otak atau pikiran manusia.
Pada tingkat tertentu, kecerdasan ini merupakan suatu kesatuan yang utuh. Artinya dalam memecahkan masalah atau tugas  tertentu, seluruh macam kecerdasan manusia bekerja bersama-sama, kompak dan terpadu.


BERSAMBUNG 


[1] Rusman, Model-model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru(Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.202

Sunday 22 June 2014

Pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching pada materi bilangan di kelas VII B MTs Nurul Jadid Sidayu Gresik bab 2 E. Metode Team Teaching



E.       Metode Team Teaching
Team teaching adalah salah satu metode mengajar sebuah mata pelajaran yang dilakukan oleh lebih dari seorang guru[1]. Pengajaran dengan menggunakan metode ini, dapat dilakukan oleh dua orang guru atau lebih. Jadi besar kecilnya team yang tergabung didalamnya disesuaikan dengan objek siswa yang akan diajar.
Definisi ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Martiningsih bahwa, “Metode pembelajaran team teaching adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas”[2].
Melihat konsep mendasar dari team teaching, maka metode ini dapat dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan. Mulai dari Taman Kanak-kanak (TK), SD, SMP, SMA, atau pada jenjang Perguruan Tinggi. Metode ini mulai dikembangkan dengan alasan bahwa pengajaran sebuah mata pelajaran dengan banyak guru akan lebih efektif dibandingkan dengan seorang guru saja[3]. Dengan melibatkan lebih dari satu orang guru di dalam satu kelas, maka masing-masing siswa bisa mendapatkan perhatian yang cukup dalam memahami pelajaran yang diberikan.
Secara garis besar, metode team teaching terbagi menjadi dua, yaitu semi team teaching dan team teaching penuh. Sesuai yang dijelaskan oleh Soewalni S, semi team teaching  yaitu sejumlah guru mengajar mata pelajaran yang sama di kelas yang berbeda. Perencanaan materi dan metode disepakati dan dirumuskan secara bersama. Bentuk semi team teaching yang kedua yaitu satu mata pelajaran yang disajikan oleh sejumlah guru secara bergantian dengan pembagian tugas, materi dan evaluasi oleh guru masing-masing. Bentuk ketiga dari semi team teaching yaitu satu mata pelajaran disajikan oleh sejumlah guru dengan mendesain siswa secara berkelompok[4].
Jenis yang kedua adalah team teaching penuh, yaitu satu tim pengajar yang terdiri dari dua orang guru atau lebih, didalam waktu dan kelas yang sama, dan dengan pembelajaran mata pelajaran / materi tertentu. Dalam jenis team teaching penuh ini, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara bersama dan sepakat.


[1]    Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching(Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h.62
[2] Martiningsih. http://martiningsih.blogspot.com/2007/12/team-teaching.html. Team Teaching. 2007. (27 Juni 2013).
[3] Massofa. http://massofa.wordpress.com/2013/05/22/pelaksanaan-kbm-dengan-team-teaching/. Pelaksanaan KBM dengan Team Teaching. 2013. (27 Juni 2013)
[4]    Soewalni, S. Team Teaching. Makalah Program Pelatihan Applied Approach 2007 di Lembaga Pengembangan Pendidikan UNAS.

Friday 20 June 2014

Pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching pada materi bilangan di kelas VII B MTs Nurul Jadid Sidayu Gresik bab 2 D. Metode Sorogan



D.       Metode Sorogan
  1. Pengertian metode sorogan
Sorogan berasal dari kata sorog (bahasa jawa) yang berarti menyodorkan. Disebut demikian karena setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kyai atau pembantunya (badal, asisten kyai). Badal juga bisa dipegang oleh santri yang memiliki kelebihan potensi intelektual[1].
Metode sorogan biasanya lazim di gunakan dalam dunia pesantren salaf. Sampai sekarang masih banyak pesantren salaf yang menggunakan metode ini. Menurut Mujamil Qomar,  metode sorogan merupakan suatu metode yang ditempuh dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual[2].
Kementerian Agama RI mengartikan metode sorogan adalah “belajar secara individual di mana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya”[3].
Dari pengertian tentang metode sorogan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode sorogan adalah cara penyampaian bahan pelajaran dimana kyai atau guru mengajar santri seorang demi seorang secara  bergilir dan bergantian, santri membawa kitab sendiri-sendiri. Mula-mula kyai membacakan kitab yang diajarkan kemudian menterjemahkan kata demi kata serta menerangkan maksudnya, setelah itu santri disuruh membaca dan mengulangi seperti apa yang telah dilakukan kyai, sehingga setiap santri menguasainya.
Dalam dunia pendidikan dan pembelajaran tradisional, metode sorogan dianggap sebagai metode yang rumit dan sulit. Kerumitan metode ini dikarenakan sangat memerlukan kesabaran, kerajinan, dan kedisiplinan santri atau murid secara pribadi. Ini berarti keberhasilan dalam metode ini dominan sangat ditentukan oleh ketaatan santri itu sendiri terhadap kyai atau gurunya, Meskipun pada hakikatnya penjelasan dari kyai atau guru juga ikut menentukan.
Walaupun metode sorogan dianggap rumit, Qodry A. Azizy menilai bahwa metode sorogan lebih efektif dari metode-metode yang lain dalam dunia pesantren. Dengan cara santri menghadap kyai atau guru secara individual untuk menerima pelajaran secara langsung. Kemampuan santri dapat terkontrol oleh kyai atau guru[4]. Dengan metode ini memungkinkan bagi seorang guru (ustadz atau kyai) untuk mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid/santri dalam menguasai pelajaran.
Tim Ditpekanpontren Kementerian Agama RI mencatat beberapa kelebihan metode sorogan sehingga bisa disebut sebagai metode yang intensif[5]. Kelebihan-kelebihan tersebut diantaranya :
1.    Ada interaksi individual antara kyai dan santri.
2.    Santri sebagai peserta didik lebih dapat dibimbing dan diarahkan dalam pembelajarannya, baik dari segi bahasa maupun pemahaman isi kitab.
3.    Dapat dikontrol, dievaluasi dan diketahui perkembangan dan kemampuan diri santri.
4.    Ada komunikasi efektif antara santri dan pengajarnya.
5.    Ada kesan yang mendalam dalam diri santri dan pengajarnya.

Menurut Sa’id Aqiel Siradj  kelebihan metode sorogan[6], yaitu :
1.    kemajuan individu lebih terjamin karena setiap santri dapat menyelesaikan program belajarnya sesuai dengan kemampuan individu masing-masing, dengan demikian kemajuan individual tidak terhambat oleh keterbelakangan santri yang lain.
2.    memungkinkan perbedan kecepatan belajar para santri, sehingga ada kompetisi sehat antar santri.
3.    memungkinkan seorang guru mengawasi dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai pelajarannya.
4.    memiliki ciri penekanan yang sangat kuat pada pemahaman tekstual atau literal.
  1. Penyampaian metode sorogan di pondok pesantren
Dalam mengikuti pelajaran santri mempunyai kebebasan penuh baik dalam kehadiran, pemilihan pelajaran, tingkat pelajaran, dan sikapnya dalam mengikuti pelajaran. Tentang hal ini Abdurrahman Wahid juga mengemukakan hipotesa bahwa : “sistem pendidikan di pesantren pun memiliki watak mandiri seperti itu, bila dilihat secara keseluruhan. Bermula dari pengajaran sorogan[7]. Jadi dapat dipahami bahwa metode sorogan memiliki hubungan (korelasi) terhadap pembentukan sikap mandiri, khususnya kemadirian santri dalam belajar.
Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya diselenggarakan pada ruang tertentu dan waktu yang telah ditentukan. Ada tempat duduk kyai, di depannya ada meja pendek untuk meletakkan kitab bagi santri-santri. Santri datang dengan membawa kitab yang hendak dikaji, kemudian Kyai membacakan pelajaran yang berbahasa Arab kalimat demi kalimat kemudian menerjemahkan dengan bahasa daerah dan menerangkan maksudnya. Santri menyimak ataupun ngesahi (memberi harkat dan terjemah) dengan memberi catatan pada kitabnya. Kemudian santri di panggil satu-satu dan disuruh membaca dan mengulangi semirip mungkin seperti yang dilakukan kyainya, serta mampu menguasainya.


bersambung 


[1] Mujamil Qomar,Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi(Jakarta: Erlangga, 2005), h.20
[2] Ibid., h.142
[3] Departemen Agama RI, Pondok Pesantren Dan Madrasah Diniyah( Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h.38
[4] Akhmad Zaenuri. http://sazmgl.blogspot.com/2010/12/metode-sorogan.html. Metode Sorogan. 2010. (27 Juni 2013)
[5]  Ibid
[6] Sa’id Aqiel Siradj, Pesantren Masa Depan( Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), h.281
[7] Abdurrahman wahid, Menggerakkan Tradisi(Yogyakarta: LkiS, 2001), h.104