Wednesday 20 August 2014

Sejarah Kerajaan Ngurawan Bedander, Kerajaan Rajekwesi sampai desa wedi, bangilan, dander, ngeraseh, sembung, tapelan dan dusun Tandingoro (Tanjungharjo) BOJONEGORO

Kerajaan Ngurawan Bedander serta Kerajaan Rajekwesi adalah Kerajaan dibawah pimpinan dari Prabu Joyonegoro dan Prabu Sura Dilogo. Sedangkan yang menjabat Patih di Rajekwesi adalah Ki Kebo Gadung, dan yang menjabat Patih merangkap Adipati di Ngurawan Bedander (Ngerawan Bedander) adalah Adipati Mataram. Ki Buyut Merto Yuda yang lahir di Mataram. Beliau adalah putra dari Ki Singo Tunggul Yuda. Beliau adalah seorang Senopati Mataram yang mempunyai istri bernama Dewi Condro Arum. Mereka berdua menikah dan dikarunia 3 orang putra yang semuanya adalah laki-laki yang bernama Ki Singo Yuda, Ki Singo Nayo, dan Ki Merto Yuda. Ki Singo Yuda menjadi Senopati di Kerajaan Ngurawan Bedander (Ngrawan Dander). Ki Singo Nayo menjadi Senopati di Kerajaan Rajekwesi. Dan Ki Buyut Merto Yuda menjadi sebagai Prajurit Mataram, beliau terkenal sebagai Prajurit yang sakti mandraguna. Ki Buyut Merto Yuda terkenal gagah, paling anti kepada penjajah, dan paling berani untuk melawan para Prajurit Kompeni yang akan menjajah dan menghancurkan Kerajaan Mataram.

Ki Buyut Merto Yuda adalah seorang penganut agama Islam yang taat dalam mengerjakan shalat 5 waktu, bahkan tiap malam beliau sering semedi/ istikharah dan meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Negara/ Kerajaan Mataram aman, damai dan makmur. Ki Buyut Merto Yuda, diangkat menjadi Senopati Perang oleh Sultan Prabu Buwono ke-II / Sultan Sepuh atau Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo karena keberanian dan ketangkasannya, setiap ada musuh yang akan menjajah Kerajaan Mataram dapat dihancurkan dan dipaksa mundur. Pada tahun 1790 sampai dengan tahun 1819, terjadilah peperangan antara Madiun, Jepara, Malang, dan Gresik yang bergabung untuk bermaksud untuk menjajah Kerajaan Mataram. Para Prajurit Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Senopati Ki Buyut Merto Yuda yang terkenal dengan ketangguhan dan keberanian yang sangat tinggi, maka Ki Buyut Merto Yuda bersama para Prajuritnya berhasil menaklukan dan memporak-porandakan semua musuh, yang ada di Madiun, Jepara, Malang, dan Gresik.
Pada tahun 1825 sampai 1839 datanglah serangan dari Prajurit Kompeni Belanda yang didukung oleh Prajurit Pajang untuk menghancurkan Kerajaan Mataram. Mengingat bahwa musuh yang ingin menjajah / menghancurkan Kerajaan Mataram lebih banyak dan lebih kuat, maka Prabu Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, mengadakan pertemuan dengan para Adipati dan para Senopati. Permasalah dari pertemuan itu yaitu bagaimana cara mengalahkan / menghadapi musuh yaitu Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang, maka dari itu Senopati Ki Buyut Merto Yuda memberi jawaban yang tegas kepada Prabu Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, bahwa Ki Buyut Merto Yuda mengusulkan bahwa Kerajaan Mataram dapat menang dalam pertempuran / peperangan apabila, Kerajaan Mataram mendapat bala bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi pimpinan dari Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo. Dan secara kebetualan yang menjadi Senopati Kerajaan Rajekwesi adalah saudaranya sendiri yaitu Ki Buyut Merto Yuda, yaitu Senopati Singo Yuda dan Senopati Singo Nayo. dan sedangkan yang menjadi Patih di Kerajaan Rajekwesi adalah Ki Kebo Gadung yang masih pamannya sendiri.

Pada akhirnya Kerajaan Mataram meminta bala bantuan tentara kepada Kerajaan Rajekwesi yang ternyata Senopati dan Patih dari Kerajaan Rajekwesi itu adalah keluarga dari Ki Buyut Merto Yuda, sehingga dalam meminta bantuan lebih cepat dan Kerajaan Mataram pun optimis menang dalam pertempuran melawan para penjajah yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram yaitu Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang. Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo pada akhirnya meyerahkan tanggung jawab, keamanan, dan ketentraman Kerajaan Mataram sepenuhnya kepada Ki Buyut Merto Yuda. Beliau dipercaya oleh Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo untuk menjaga dan melindungi Kerajaan Mataram dari serangan penjajah yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram. Sebelum Ki Buyut Merto Yuda berangkat ke Kerajaan Rajekwesi, Prabu Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo melantiknya sebagai Adipati Mataram dan merangkap menjadi Senopati Perang dikarenakan jasa-jasanya yang cukup besar dalam membela Kerajaan Mataram. Yang perlu diingat bahwa Ki Buyut Merto Yuda memiliki : Iman yang kuat, ilmu agama yang mendalam, maka beliau tidak pernah meninggalkan kewajiban Sholat 5 waktu. Sering Sholat Istikharoh / semedi tiap tengah malam. Sering berpuasa Senin dan Kamis. Beliau setiap berangkat perang sering sendirian dengan naik kuda putih dan dipunggungnya terselip sebuah pusaka / keris yang namanya Keris Kyai Singo Barong.

Ki Buyut Merto Yuda terkenal dan sering disebut-sebut sebagai Senopati Harimau. Ki Buyut Merto Yuda setelah diangkat menjadi Adipati dan merangkap sebagai Senopati Perang, maka setelah mohon ijin dan pamit kepada Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, Ki Buyut Merto Yuda bersama dengan para prajuritnya berangkat ke Kerajaan Rajekwesi untuk sowan (berkunjung) pada Prabu Joyonegoro, serta Prabu Suro Dilogo.

Kebetulan pada saat Ki Buyut Merto Yuda sowan pada Prabu Joyonegoro, serta Prabu Suro Dilogo disana tepat sedang diadakan pertemuan Agung yang dihadiri oleh para Adipati dan Senopati. Setelah Ki Buyut Merto Yuda sampai disana beliau ditanya oleh Prabu Joyonegoro, apa maksud dan tujuan datang ke Kerajaan Rajekwesi, maka Ki Buyut Merto Yuda tidak bicara panjang lebar dan tak perlu berbasa-basi lagi tetapi beliau menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke Kerajaan Rajekwesi langsung ke pokok permasalahannya. Beliau meminta bala bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi untuk melawan Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang yang akan menyerang dan ingin menghancurkan Kerajaan Mataram.
Setelah Prabu Joyonegoro dan Prabu Surodilogo menerima laporan dari Ki Buyut Merto Yuda, maka permintaan bala bantuan tentara dari Rajekwesi ini dikabulkan oleh Prabu Joyonegoro dan Prabu Surodilogo apalagi Patih Kebo Gadung dan Senopati Kerajaan Rajekwesi Ki Singo Yudo dan Ki Singo Nayo termasuk saudara dari Ki Buyut Merto Yuda. Maka Patih Kebo Gadung dan serta para Senopati diperintahkan untuk membantu sepenuhnya agar Prajurit Kompeni Belanda serta Prajurit Pajang dapat dikalahkan / ditumpas dan dapat dipaksa mundur. Kerajaan Mataram mengerahkan seluruh pasukannya dengan dibantu oleh Prajurit dari Kerajaan Rajekwesi untuk mempertahankan Kerajaan Mataram. Selanjutnya mereka para Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi berangkat ke medan perang untuk melawan Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang. Dengan optimis para Prajurit Mataram akan dapat mengalahkan semua musuhnya yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram dengan mudah karena mendapat bala bantuan tentara dari para Prajurit Rajekwesi.

Ternyata Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang telah mengetahui tentang barisan Prajurit Matarm yang mendapatkan bala bantuan Prajurit Rajekwesi yang jumlahnya lebih banyak dari Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang, maka prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang merasa takut akan hal itu (bahasa daerahnya wedi yang sekarang menjadi Desa Wedi Kecamatan Kapas). Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang akan mengatur para Prajuritnya untuk mundur mencarai jalan sangat sulit (yang dalam bahasa daerahnya bangil kangelan). Kata bangil kangelan yang sekarang menjadi Desa Bangilan Kecamatan Kapas.

Para Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang sangat kesulitan (kangelan) untuk mundur dikarenakan kekeuatan Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi yang sangat kuat dan juga mendapatkan bala bantuan prajurit dari Adipati Ngurawan Bedander (yang sekarang menjadi Desa Ngrawan / Ngraseh dan nama Bedander menjadi Desa Dander). Dua Desa ini sekarang berada di Kecamatan Dander.

Adipati Metaun yang berkuasa di Ngurawan Bedander, memerintahkan para Prajuritnya untuk menyambung / membantu Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi. Setelah Prajurit Nrawan Bedander menyambung Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi, maka wajar apabila Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang kesulitan / kangelan untuk mencari siasat mundur dalam, peperangan. Adapun kata menyambung sekarang menjadi Desa Sembung Kecamatan Kapas. Yang akhirnya itu menjadi satu-satunya jalan Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang untuk lari dan ditarik mundur ke selatan untuk mencari tempat yang kosong dan luas atau di oro-oro, untuk digunakan perang tanding di oro-oro tempat yang dipilih Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang untuk melawan Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi. Pada perang tanding, di tempat Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang dapat dihancurkan dan lari tunggang langgang. Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang, mundur dan lari ke barat untuk istirahat. Oro-oro (adalah lapangan luas) yang biasanya digunakan untuk perang tanding yang sekarang disebut dengan Desa Ding Ngoro atau Desa Tanjung Harjo Kecamatan Kapas.

Setelah Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang melepaskan lelah, maka pagi harinya tapel perang lagi untuk melawan Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi. Tetapi perlawanan dari Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang hanya sia-sia belaka karena Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang telah banyak yang gugur dalam medan perang, akhirnya Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang banyak yang menyerah kepada Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi, sedangkan Prajurit Kompeni dapat diporak-porandakan dan dapat terpukul mundur atau dapat dikalahkan.

Tempat untuk tapel perang ini sekarang menjadi Desa Tapelan Kecamatan Kapas. Setelah Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi dan juga Prajurit Ngurawan Bedander berhasil memporak-porandakan dan memukul mundur bahkan dapat dikalahkan, maka Ki Patih Kebo Gadung, Adipati Metaun dan 3 Senopati yakni Ki Buyut Merto Yuda, serta para Prajurit diajak istirahat untuk menjalankan Shalat / ibadah, setelah ibadah maka Eyang Buyut Merto Yuda memberi pesan kepada para Prajuritnya agar semua Prajurit mempunyai keimanan dan pedoman. Dan ada 4 pesan yang jangan sampai lepas (dalam bahasa jawa ucul), yaitu :
  1. Semua Prajurit harus taat dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa .
  2. Semua Prajurit harus taat kepada Rasul-Nya.
  3. Semua Prajurit harus taat kepada Kerajaan / Negara.
  4. Semua Prajurit harus taat sumpah Prajurit
Selanjutnya Patih Kebo Gadung mengajak para Senopati dan semua Prajurit untuk kembali untuk menghadap / melaporkan kejadian kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo. Namun sebelum meninggalkan tempat yang digunakan istirahat untuk menjalankan ibadah / shalat, maka Patih Kebo Gadung mempertegas pesan dari para Senopati, yang mana setiap Prajurit memiliki 4 pedoman yang jangan lepas atau ucul. Kata-kata empat dan kata-kata ucul yang sekarng menjadi nama Desa Pacul Kecamatan Bojonegoro. Sedangkan Ki Buyut Singoyudo serta Adipati Metaun kembali ke Kerajaan Ngurawan Bedander, berubah menjadi Kabupaten Ngrawan Mojoranu, Kabupaten Dander.

Setelah usia lanjut, karena telah meninggal dunia maka Bupati Metaun dimakamkan di Desa Ngeraseh / Ngrowan Kecamatan Dander. Sedangkan Senopati Singoyudo setelah usia lanjut dan meninggal dunia, beliau dimakamkan di Desa Sumberarum. Sesampainya di Kerajaan Rajekwesi, maka Ki Kebo Gadung dan Ki Singonoyo, serta Ki Merto Yuda, melaporkan kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo, bahwa dalam peperangan Prajurit Mataram yang memperoleh sumbangan dari Prajurit Rajekwesi dan Prajurit Ngurawan, maka dalam peperangan melawan Pajurit Kompeni dan Prajurit Pajang yang akhirnya menang.

Karena Ki Buyut Merto Yuda merasa bersyukur atas kemenangan yang telah diperoleh dalam perang kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mengucapkan terima kasih kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo dan semua Prajurit, maka Ki Buyut Merto Yuda mengadakan pesta / syukuran dengan mendatangkan hiburan wayang kulit dan memotong kerbau muda godel sebagai lambang bahwa Prajurit Matarm, Prajurit Rajekwesi pada saat menghadapi musuh seperti Banteng Ketatun.

Setelah selesai pesta, Prabu Joyonegoro berpesan kepada rakyat / prajurit Rajekwesi, apabila besok ada perubahan zaman nama Rajekwesi agar diganti dengan nama Bojonegoro. Kata-kata ini diambil dari nama Bo yang dimaksud adlah Kebo Gadung, sedangkan Jonegoro yang dimaksud mengambil nama dari Prabu Joyonegoro, jadi nama Bojonegoro adalah berasal dari perpaduan antara nama Kebo Gadung dan Prabu Joyonegoro. Setelah Ki Buyut Kebo Gadung meninggal yang dikarenakan usia lanjut, maka Ki Buyut Kebo Gadung dimakamkan di Desa Kauman Kecamatan Bojonegoro, yang tepatnya sebelah selatan Masjid Agung Bojonegoro. Sedangkan Prabu Joyonegoro setelah meninggal yang dikarenakan usia lanjut beliau dimakamkan di tengah-tengah sawah di Desa Mojoranu Kecamatan Dander. Untuk Ki Buyut Singonoyo setelah meninggal yang dikarenakan usia lanjut beliau dimakamkan di makam keramat Kembang Desa Sukorejo Kecamatan Bojonegoro.

Pada hari Rebo Kliwon bulan Juli tahun 1839 Ki Buyut Merto Yuda memberi tahu kepada para Prajurit dan rakyat Rajekwesi / Bojonegoro, bahwa dalam peperangan kita dapat menang dikarenakan berkat sumbangan bala bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi dan dari Prajurit Ngurawan Bedander, maka dari itu setelah mengadakan pesta untuk merayakan kemenangan tersebut maka tempat pesta / syukuran ini di beri nama oleh Ki Buyut Merto Yuda dengan nama Sumbang. Dengan nama inilah kita anak putu dapat mengikuti / nipak tilas untuk memperingati cikal bakal nama Sumbang dengan mendatangkan hiburan wayang kulit dan memotong Kerbau muda / godel pada hari Rabu Kliwon, setiap tahun sekali.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sumberarum,_Dander,_Bojonegoro